Sebetulnya, saya ingin posting tentang perjalanan saya ke Manado beberapa hari lagi, tepatnya saat September berakhir, namun karena terlalu lama saya jadi geregetan untuk posting sekarang. Mumpung saya ingat perjalanan saya ke Manado beberapa hari lalu.
Singkat saja, perjalanan saya ke Manado untuk mengikuti pelatihan tentang penilaian kesehatan cepat jika terjadi bencana. Inti pelatihan adalah selaku tenaga kesehatan diharapkan mampu menilai dengan cepat apa-apa saja kerugian terkait kesehatan yang disebabkan sebuah bencana, dan mampu memberikan rekomendasi yang cepat dan akurat dalam penanganan bencana. Pelatihan dimulai pada tanggal 21 September dan berakhir tanggal 23 September. Pelatihan diselenggarakan oleh Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan panitia lokal dari PPK Regional Manado. Peserta pelatihan yang diundang sebanyak 25 kabupaten/ kota yang rawan bencana, namun yang hadir hingga berakhirnya pelatihan hanya 19 orang.
Dalam hati saya senang bisa diutus dan hadir dalam pelatihan ini walaupun sebenarnya saya sedih juga karena jika kabupaten saya (Maros) diundang, berarti Maros rawan bencana dong. Senang karena selama ini saya seperti katak dalam tempurung, keseharian hanya berkutat Makassar - Maros, paling jauh ke Jakarta hanya 1 kali, itu pun beberapa tahun yang lalu dan greatestan (gratisan, semua tiket ditanggung, tinggal terbang). Jika dihitung, perjalanan saya yang jauh-jauh tak bisa dihitung dengan 2 tangan, 1 tangan saja cukup, Jakarta, Pulau Barang Lompo, Pulau Kayangan, Tanjung Bira, dan yang terakhir Manado.
Karena katro, saya jadi bingung berangkatnya bagaimana, ke bandaranya bagaimana, cek in bandaranya bagaimana, boardingnya bagaimana, di pesawatnya bagaimana, mendaratnya bagaimana. Untunglah ada hape, tinggal calling sana-sini dan akhirnya dengan susah payah saya sampai juga di Manado. Ternyata, pesawat dari Makassar ke Manado setiap hari hanya ada penerbangan siang jam 12 dengan Lion Air, dan pulangnya dari Manado ke Makassar hanya ada penerbangan sore jam 2 dengan Lion Air dan jam 8 malam dengan Ekspress Air. Teman pelatihan ternyata ada dalam 1 pesawat, sekitar 6 orang dan kami baru saling kenal saat pelatihan berlangsung.
Hari #1,
Saya tiba di Manado jam 2.30 siang, langsung tancap naik taksi dengan pede ke hotel. Saya takut di bodoh-bodohi oleh supir taksi, makanya dengan pede langsung bilang “hotel Travello bang”, tanpa tahu sebelumnya dimana lokasi hotelnya. Ternyata dari Bandara ke Hotel Travello berjarak sekitar 15 km, dan argo taksinya menukik tajam ke angka 92.000. Anda bisa nilai sendiri, saya kena tipu oleh supir taksinya atau tidak. Tiba di Hotel, sepertinya saya peserta pertama yang tiba, entah dengan peserta yang lain.
Pelatihan dibuka pukul 7 malam oleh kadis kesehatan Sulut, uniknya baru pertama kali ini saya pelatihan atau pertemuan dengan doa pembuka agama kristen, maklum disini Islam adalah agama minoritas. Dan pengalaman ini membuka hati saya bagaimana jika kita berada di lingkungan yang minoritas, saya bayangkan juga apa yang teman-teman agama non Islam rasakan jika berada di Makassar atau Maros, doa pembukanya yah doa Islam, agama mayoritas disini, yang lain menyesuaikan saja. Selain itu, saya juga membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat, terutama yang beragama Islam yang minoritas di Manado ini. Saya perhatikan kumandang adzan disini langsung adzan saja, tanpa intro tadarus atau shalawatan. Iqamat dan bacaan shalat pun tidak di TOA kan. Sepertinya tidak ingin mengganggu kaum mayoritas di sini. Menurut saya, tak apalah sepanjang adzan tidak dilarang berkumandang.
Peseta yang hadir baru 13 orang, panitia khawatir informasi tentang pelatihan tidak sampai ke peserta atau transportasi yang terhambat, maklum peserta yang tak hadir sebagian besar dari Gorontalo dan Sulawesi Tengah yang memerlukan waktu perjalanan sehari dengan bus. Hari pertama berakhir pukul 9.30 malam, langsung tidur saja di kamar. Tak ada yang istimewa, lelah melanda setelah “perjalanan jauh” siang tadi.
Hari #2
Shubuh di Manado sekitar pukul 4.15 pagi, beda dengan Makassar yang sekitar pukul 5 pagi, sehingga terkesan pagi di Manado lebih cepat terik dibanding Makassar. Adaptasinya yah, jangan shalat shubuh jam setengah 6 pagi karena jam segitu matahari sudah terbit di ufuk timur.
Sekitar jam 6 saya menyempatkan jalan-jalan dekat hotel, dapat ground zero dan pantai. Sedikit kecewa karena pantainya ternyata hanya berupa tumpukan karang, tanpa penataan seperti pantai Losari di Makassar. Sepulang ke Makassar, saya baru tahu kalau yang saya datangi itu bukan pantai icon Manado, pantai icon Manado adalah Pantai Boulevard yang tak jauh beda dengan pantai Losari di makassar. Letaknya tak jauh dari pantai “karang” itu. Dengan kecewa saya pulang kembali ke hotel melanjutkan materi pelatihan.
Materi hari kedua berakhir jam 10 malam, diskusi yang tadinya dijadwalkan hari ketiga pagi dimajukan dan dipadatkan. Hal ini karena permintaan peserta yang ingin menikmati Manado di pagi hingga siang hari. Penutupan pelatihan pun digelar malam itu juga. Setelah penutupan, diajak teman ke Pameran Pembangunan Sulawesi Utara, menyambut hari ulang tahun Sulawesi Utara pada 23 September. Seperti pameran pembangunan di Benteng Somba Opu Makassar, Pameran pembangunan Sulawesi Utara diselenggarakan di area yang mirip Somba Opu, ada rumah adat, dan space miniatur Seluruh Kabupaten se Sulawesi Utara. Sangat menarik dan ramai.
Di pameran, saya hanya membeli gantungan kunci dengan ukiran nama. Banyak cewek seksi berseliweran disini. Menurut saya cewek Manado biasa saja, tidak cantik amat, seperti kebanyakan cewek di Makassar. Namun sedikit yang membedakan adalah Kulit putih bersih dengan pakaian seksi nan minim. Pameran selesai jam 12 malam, kami pun kembali ke hotel dengan membawa senang, mata bersih, plus lelah.
Hari #3
Karena hari terakhir, saya berniat memaksimalkan waktu yang sangat terbatas. Mengejar waktu cek out hotel jam 12 siang dan cek in bandara jam 1 siang, akhirnya saya dan beberapa teman hanya ke tempat jajan ole-ole khas Manado. Ada beberapa pilihan, Kawanua atau Merciful Building (MB). Namun akhirnya kami ke Merciful building dengan naik mikro (mikrolet). Kembali kami di bodoh-bodohi sama sopir mikro, katanya mobil mesti di carter ke MB karena lokasi jauh dari jalan raya. Akhirnya kami mengalah dan sepakat dengan bayaran carter sejumlah 30.000. Namun ternyata kawasan MB hanya sekitar 20 meter dari jalan raya Sam Ratulangi.
Setelah membeli beberapa lembar baju manado dan makanan kecil khas Manado (pia, manisan pala, bagea, dll) kami kembali ke hotel untuk kemudian ke bandara Sam Ratulangi. Tepat jam 2.45 saya meninggalkan Manado dan tiba di kampung halaman, Makassar, jam 4.15. Alhamdulillah. Walaupun tak menikmati Manado dengan baik, namun lumayanlah perjalanan ke utara ini. Saya berharap kesini lagi dan berniat mencicipi Bunaken dan Pantai Boulevard.
Karena perjalanan ini, ada beberapa tips bagi anda jika ingin berwisata di daerah yang sama sekali belum pernah anda kunjungi :
- Pelajari lokasi dengan melihat di google maps. Anda dapat melihat lokasi bandara, serta memprediksi jaraknya dengan pusat kota. Hal ini agar anda tidak di bodoh-bodohi oleh sopir taksi atau angkot. Kalau sempat, searching peta lokasi wisata juga agar tidak tersesat.
- Baca artikel tentang daerah itu. Jangan malas untuk searching artikel yang berisi data lokasi kota, baik mengenai adat kebiasaan penduduk setempat, makanan khas, dan yang paling penting lokasi wisata di daerah tersebut.
- Buat daftar kunjungan wisata. Setelah mengetahui lokasi wisata, buatlah daftar kunjungan dengan rute paling efektif dan efisien. Ini untuk menghemat biaya dan waktu anda di perjalanan.
- Bawa perbekalan yang cukup. Mungkin ini kurang penting jika kita ingin berkunjung ke daerah perkotaan. Namun sangat bermanfaat bila daerah tujuan tersebut, makanannya tidak sesuai dengan lidah dan adat kebiasaan bahkan agama anda.
Itulah sedikit catatan perjalanan saya ke Manado beserta beberapa tips berwisata. Semoga bermanfaat.