Pages

September 29, 2010

Trip to Manado

Ngambil gambar dari pesawat. Nekaddd

Sebetulnya, saya ingin posting tentang perjalanan saya ke Manado beberapa hari lagi, tepatnya saat September berakhir, namun karena terlalu lama saya jadi geregetan untuk posting sekarang. Mumpung saya ingat perjalanan saya ke Manado beberapa hari lalu.

Singkat saja, perjalanan saya ke Manado untuk mengikuti pelatihan tentang penilaian kesehatan cepat jika terjadi bencana. Inti pelatihan adalah selaku tenaga kesehatan diharapkan mampu menilai dengan cepat apa-apa saja kerugian terkait kesehatan yang disebabkan sebuah bencana, dan mampu memberikan rekomendasi yang cepat dan akurat dalam penanganan bencana. Pelatihan dimulai pada tanggal 21 September dan berakhir tanggal 23 September. Pelatihan diselenggarakan oleh Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan panitia lokal dari PPK Regional Manado. Peserta pelatihan yang diundang sebanyak 25 kabupaten/ kota yang rawan bencana, namun yang hadir hingga berakhirnya pelatihan hanya 19 orang.

Dalam hati saya senang bisa diutus dan hadir dalam pelatihan ini walaupun sebenarnya saya sedih juga karena jika kabupaten saya (Maros) diundang, berarti Maros rawan bencana dong. Senang karena selama ini saya seperti katak dalam tempurung, keseharian hanya berkutat Makassar - Maros, paling jauh ke Jakarta hanya 1 kali, itu pun beberapa tahun yang lalu dan greatestan (gratisan, semua tiket ditanggung, tinggal terbang). Jika dihitung, perjalanan saya yang jauh-jauh tak bisa dihitung dengan 2 tangan, 1 tangan saja cukup, Jakarta, Pulau Barang Lompo, Pulau Kayangan, Tanjung Bira, dan yang terakhir Manado.

Karena katro, saya jadi bingung berangkatnya bagaimana, ke bandaranya bagaimana, cek in bandaranya bagaimana, boardingnya bagaimana, di pesawatnya bagaimana, mendaratnya bagaimana. Untunglah ada hape, tinggal calling sana-sini dan akhirnya dengan susah payah saya sampai juga di Manado. Ternyata, pesawat dari Makassar ke Manado setiap hari hanya ada penerbangan siang jam 12 dengan Lion Air, dan pulangnya dari Manado ke Makassar hanya ada penerbangan sore jam 2 dengan Lion Air dan jam 8 malam dengan Ekspress Air. Teman pelatihan ternyata ada dalam 1 pesawat, sekitar 6 orang dan kami baru saling kenal saat pelatihan berlangsung.

Hari #1,

Saya tiba di Manado jam 2.30 siang, langsung tancap naik taksi dengan pede ke hotel. Saya takut di bodoh-bodohi oleh supir taksi, makanya dengan pede langsung bilang “hotel Travello bang”, tanpa tahu sebelumnya dimana lokasi hotelnya. Ternyata dari Bandara ke Hotel Travello berjarak sekitar 15 km, dan argo taksinya menukik tajam ke angka 92.000. Anda bisa nilai sendiri, saya kena tipu oleh supir taksinya atau tidak. Tiba di Hotel, sepertinya saya peserta pertama yang tiba, entah dengan peserta yang lain.

Pelatihan dibuka pukul 7 malam oleh kadis kesehatan Sulut, uniknya baru pertama kali ini saya pelatihan atau pertemuan dengan doa pembuka agama kristen, maklum disini Islam adalah agama minoritas. Dan pengalaman ini membuka hati saya bagaimana jika kita berada di lingkungan yang minoritas, saya bayangkan juga apa yang teman-teman agama non Islam rasakan jika berada di Makassar atau Maros, doa pembukanya yah doa Islam, agama mayoritas disini, yang lain menyesuaikan saja. Selain itu, saya juga membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat, terutama yang beragama Islam yang minoritas di Manado ini. Saya perhatikan kumandang adzan disini langsung adzan saja, tanpa intro tadarus atau shalawatan. Iqamat dan bacaan shalat pun tidak di TOA kan. Sepertinya tidak ingin mengganggu kaum mayoritas di sini. Menurut saya, tak apalah sepanjang adzan tidak dilarang berkumandang.

Peseta yang hadir baru 13 orang, panitia khawatir informasi tentang pelatihan tidak sampai ke peserta atau transportasi yang terhambat, maklum peserta yang tak hadir sebagian besar dari Gorontalo dan Sulawesi Tengah yang memerlukan waktu perjalanan sehari dengan bus. Hari pertama berakhir pukul 9.30 malam, langsung tidur saja di kamar. Tak ada yang istimewa, lelah melanda setelah “perjalanan jauh” siang tadi.

Hari #2

Shubuh di Manado sekitar pukul 4.15 pagi, beda dengan Makassar yang sekitar pukul 5 pagi, sehingga terkesan pagi di Manado lebih cepat terik dibanding Makassar. Adaptasinya yah, jangan shalat shubuh jam setengah 6 pagi karena jam segitu matahari sudah terbit di ufuk timur.
Sekitar jam 6 saya menyempatkan jalan-jalan dekat hotel, dapat ground zero dan pantai. Sedikit kecewa karena pantainya ternyata hanya berupa tumpukan karang, tanpa penataan seperti pantai Losari di Makassar. Sepulang ke Makassar, saya baru tahu kalau yang saya datangi itu bukan pantai icon Manado, pantai icon Manado adalah Pantai Boulevard yang tak jauh beda dengan pantai Losari di makassar. Letaknya tak jauh dari pantai “karang” itu. Dengan kecewa saya pulang kembali ke hotel melanjutkan materi pelatihan.

Materi hari kedua berakhir jam 10 malam, diskusi yang tadinya dijadwalkan hari ketiga pagi dimajukan dan dipadatkan. Hal ini karena permintaan peserta yang ingin menikmati Manado di pagi hingga siang hari. Penutupan pelatihan pun digelar malam itu juga. Setelah penutupan, diajak teman ke Pameran Pembangunan Sulawesi Utara, menyambut hari ulang tahun Sulawesi Utara pada 23 September. Seperti pameran pembangunan di Benteng Somba Opu Makassar, Pameran pembangunan Sulawesi Utara diselenggarakan di area yang mirip Somba Opu, ada rumah adat, dan space miniatur Seluruh Kabupaten se Sulawesi Utara. Sangat menarik dan ramai.

Di pameran, saya hanya membeli gantungan kunci dengan ukiran nama. Banyak cewek seksi berseliweran disini. Menurut saya cewek Manado biasa saja, tidak cantik amat, seperti kebanyakan cewek di Makassar. Namun sedikit yang membedakan adalah Kulit putih bersih dengan pakaian seksi nan minim. Pameran selesai jam 12 malam, kami pun kembali ke hotel dengan membawa senang, mata bersih, plus lelah.

Hari #3

Karena hari terakhir, saya berniat memaksimalkan waktu yang sangat terbatas. Mengejar waktu cek out hotel jam 12 siang dan cek in bandara jam 1 siang, akhirnya saya dan beberapa teman hanya ke tempat jajan ole-ole khas Manado. Ada beberapa pilihan, Kawanua atau Merciful Building (MB). Namun akhirnya kami ke Merciful building dengan naik mikro (mikrolet). Kembali kami di bodoh-bodohi sama sopir mikro, katanya mobil mesti di carter ke MB karena lokasi jauh dari jalan raya. Akhirnya kami mengalah dan sepakat dengan bayaran carter sejumlah 30.000. Namun ternyata kawasan MB hanya sekitar 20 meter dari jalan raya Sam Ratulangi.

Setelah membeli beberapa lembar baju manado dan makanan kecil khas Manado (pia, manisan pala, bagea, dll) kami kembali ke hotel untuk kemudian ke bandara Sam Ratulangi. Tepat jam 2.45 saya meninggalkan Manado dan tiba di kampung halaman, Makassar, jam 4.15. Alhamdulillah. Walaupun tak menikmati Manado dengan baik, namun lumayanlah perjalanan ke utara ini. Saya berharap kesini lagi dan berniat mencicipi Bunaken dan Pantai Boulevard.

Karena perjalanan ini, ada beberapa tips bagi anda jika ingin berwisata di daerah yang sama sekali belum pernah anda kunjungi :
  1. Pelajari lokasi dengan melihat di google maps. Anda dapat melihat lokasi bandara, serta memprediksi jaraknya dengan pusat kota. Hal ini agar anda tidak di bodoh-bodohi oleh sopir taksi atau angkot. Kalau sempat, searching peta lokasi wisata juga agar tidak tersesat.
  2. Baca artikel tentang daerah itu. Jangan malas untuk searching artikel yang berisi data lokasi kota, baik mengenai adat kebiasaan penduduk setempat, makanan khas, dan yang paling penting lokasi wisata di daerah tersebut.
  3. Buat daftar kunjungan wisata. Setelah mengetahui lokasi wisata, buatlah daftar kunjungan dengan rute paling efektif dan efisien. Ini untuk menghemat biaya dan waktu anda di perjalanan.
  4. Bawa perbekalan yang cukup. Mungkin ini kurang penting jika kita ingin berkunjung ke daerah perkotaan. Namun sangat bermanfaat bila daerah tujuan tersebut, makanannya tidak sesuai dengan lidah dan adat kebiasaan bahkan agama anda.

Itulah sedikit catatan perjalanan saya ke Manado beserta beberapa tips berwisata. Semoga bermanfaat.

Zero Point of Manado


Pantai Manado, bukan daerah Boulevard


Masjid di Manado


Sedikit oleh-oleh buat keluarga dan sahabat

September 11, 2010

Bangunkan Saya Saat September Berakhir



911


Tepat pukul 8.45 pagi waktu New York, hari Selasa, 11 September 2001, pesawat Boeing 767 milik maskapai American Airlines menghantam menara utara gedung World Trade Center di New York City, Amerika Serikat (AS). Saat evakuasi tengah berlangsung, pesawat kedua, Boeing 767 milik United Airlines dengan nomor penerbangan 175, muncul di langit, berbelok tajam mengarah ke World Trade Center, dan menghantam menara selatan WTC di sekitar lantai 60. Tabrakan itu menyebabkan ledakan hebat. Reruntuhan bangunan berjatuhan ke gedung-gedung sekitarnya dan jalanan di bawahnya.

Saat jutaan orang menyaksikan peristiwa memilukan di New York, sebuah pesawat milik American Airlines dengan nomor penerbangan 77 berputar mengarah ke Washington dan menabrak sisi timur gedung kantor pusat Pentagon, pukul 9.45 waktu Washington. Bahan bakar pesawat jet menyebabkan kobaran api hebat. Sebanyak 125 personel militer dan warga sipil tewas di Pentagon bersama 64 orang di dalam pesawat.

Jumlah korban di World Trade Center dan sekitarnya mendekati 4.000 orang, termasuk 343 petugas pemadam kebakaran dan 23 personel kepolisian yang berusaha mengevakuasi dan menyelamatkan para pegawai yang terjebak di lantai atas. Hanya enam orang di menara WTC yang selamat tanpa luka. Sebanyak 10.000 orang lainnya mengalami luka-luka, sebagian besar menderita luka parah.

Banyak kemudian kontroversi dibalik kejadian ini. Indikasi kontroversi yang saya maksud satu diantaranya yang pernah disebut adalah tidak satu pun dari 3.000 pegawai Yahudi yang bekerja di WTC masuk kerja pada hari itu. Tidak mungkin 3.000 orang sakit atau cuti secara bersamaan, tanpa ada sesuatu di baliknya. Terlepas dari kontroversi kejadian ini, Islam menjadi korban dan tertuduh paling besar.

Peristiwa (atau tepatnya tragedi) ini sangat mengusik rasa kemanusiaan saya. Islam kemudian dituduh sebagai biang keladi dengan Osama Bin Laden dengan Al-Qaedah nya sebagai sutradara tragedi ini. Tragedi ini juga menjadi tonggak perang terhadap teroris yang membabi buta di seluruh dunia. Contoh penangkapan Udztas Abu Bakar Baasyir yang ditangkap di Indonesia dan dijebloskan ke penjara tanpa dasar hukum yang kuat.

Ribuan warga sipil di Afghanistan dan Irak yang menjadi korban balas dendam militer AS dan sekutunya. Belum lagi jutaan warga sipil di berbagai belahan bumi yang dicekam rasa ketakutan luar biasa karena setiap saat dapat dikenai tuduhan (tanpa bukti) terkait dengan jaringan para teroris pelaku tragedi 911. Bahkan Tentara AS dan sekutu yang tewas di Afghanistan dan Irak telah melebihi korban 911!!!

Diperingati tiap tahun untuk mengenang tragedi ini, namun menurut saya cuma ingin mengingatkan dan semakin menanam kebencian terhadap Islam. Masih segar issu Internasional terkini tentang seorang pendeta yang memproklamirkan acara membakar Al-Quran (yang kemudian ditentang di seluruh penjuru bumi). Umat Islam New York yang berniat membangun masjid di dekat pusat tragedi WTC jadi alasan rencana pembakaran Al-Qur'an.

Ada apa? bukankah Amerika Serikat merupakan negara paling toleran di bumi ini?
Pertanyaannya sekarang, jika tak ada peristiwa 911, apakah semuanya rela masjid dibangun disana?

Akankah panggung sandiwara ini berakhir damai? Dengan segala intrik dan trauma mendalam akibatnya? Saya jadi teringat lagunya Green Day, tolong bangunkan saya saat September sudah berakhir.

September 9, 2010

Selamat Idul Fitri 1431 H


Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Tak terasa Ramadhan 1431 Hijriah / 2010 Miladiah usai dan meninggalkan kita semua. Demi sempurnanya ke fitrah, Izinkanlah saya selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, admin dari blog ini, minta maaf yang sebesar-besarnya atas tulisan yang tidak berkenan di hati teman-teman semua, baik berupa postingan ataupun komentar, karya asli ataupun copasan saya. Pamopporangka', a'dampengengka', maafkan saya.

Semoga kita masih diberikan Rahmat dan Hidayah Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Semoga amalan positif, Hablumminallaah dan Hablumminannaas selama Ramadhan ini bisa terus kita amalkan sampai kapanpun, tak berhenti sampai disini saja.

Salam sejahtera untuk kita semua

Wassalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

September 8, 2010

Heist 1, Selamat Datang di Dunia Saya


Dulu ada beberapa merk sepeda yang tenar antara lain Federal (paling mahal), Kennex (kumpulan nenek sexy.. hohoho), hingga Mustang (paling murah). Namun sekarang saya tidak tahu lagi merk sepeda selain Polygon dan United Bike. Dan sekarang hanya Polygon yang masuk dalam daftar saya karena TERKENAL, KEREN, dan BUATAN INDONESIA.

Bingungnya, setelah brosur polygon di tangan, ternyata sepeda polygon itu bermacam-macam. Secara garis besarnya, ada sepeda gunung (MTB = Mountain Bike), sepeda balap (Road Bike), dan perpaduan antara keduanya yaitu sepeda HYBRID. Konon, sepeda HYBRID ini kuat dan nyaman dikendarai seperti MTB dan cepat seperti sepeda balap. Paling cocok dipakai di jalan aspal untuk olahraga ataupun transportasi sehari-hari.

Harapan itu terwujudkan sudah. Akhirnya, saya menetapkan pilihan pada Sepeda HYBRID Polygon Heist 1.0. Ah, sebenarnya bukan soal "inilah yang terbaik", namun sekedar mensinergikan kebutuhan dengan irama kantong. Sepeda HYBRID Polygon hanya ada 1 jenis yakni Heist, dan Heist ada 5 strata, Heist 1.0 (strata paling paling rendah a.k.a murah) hingga Heist 5.0.

Saya membeli Heist 1 ini lumayan butuh perjuangan setelah beberapa kali ke toko sepeda dan outlet sepeda di seputaran Makassar. Sempat juga menelpon RODALINK, toko sepeda yang namanya kesohor itu namun barangnya kosong dan hampir saja saya memesan Heist 2 namun tidak jadi.

Sabtu, 4 September 2010 dengan naik angkot saya membulatkan tekad membeli sepeda hari itu juga, jika keliling Makassar tidak dapat, Heist 2 pun tak masalah! Namanya juga jodoh, iseng-iseng saya singgah di toko sepeda kecil, sederhana sekitar 300 meter dari Rodalink, namanya toko sepeda 88. Namun subhanallah, isinya padat, lengkap dan pelayanannya sangat memuaskan. Di Toko sepeda 88 lah saya mendapatkan Heist 1 ini, terselip di puluhan jejer sepeda yang ada. Kata pemilik toko, saya takkan menyesal beli disitu karena disediakan tempat servis perawatan seumur hidup sepeda (yang jika di polygon hanya 3 kali saja).

Setelah beli, langsung kayuh pedal sepeda pulang ke rumah sambil test ride. Jarak antara toko dan rumah sekitar 12 km. Di perjalanan sangat kaku naik sepeda (maklumlah tiap hari naik motor PP rumah-kantor sejauh 60 km). Kadang, kemudi saya putar seperti menarik gas motor, ingin melihat ke belakang dengan spion yang ternyata tak ada, hingga ingin menyalakan lampu sein (weser) juga tidak ada. Sampai di rumah, paha dan betis seperti lumpuh tak bisa gerak, pastinya karena memang saya jarang berolahraga.

Kesimpulannya, tak menyesal saya membeli Heist 1 ini, lumayan terjangkau harganya dan sangat nyaman dikendarai. Mari sehat dengan sepeda.

September 4, 2010

Catatan jempol

"Maaf, pulsa anda tidak cukup untuk internet unlimited.....blablabla.... Silahkan isi ulang pulsa kartu anda"

Kalimat diatas hanya rekaan belaka, maklumkanlah karena kompi sudah terSHUTDOWN dan saya tidak mampu mengingat dengan rinci kata perkata kiriman sms ke modem pinjaman saya. Namun begitulah intinya, blogwalking dan searching inspirasi saya berakhir seiring batas waktu UNLIMITED ngenet bulanan yang sudah tiba batas masa pakainya (unlimited koq berbatas? Terlalu!).

Akhirnya, bermodalkan hape jadul non qwerty (terbayang mengetik sms sampai beberapa halaman, sungguh merepotkan jempol) dan pulsa kiriman tetangga, saya memberanikan diri untuk memposting keluh kesah saya ngenet a.k.a. ngeblog hari ini via hape.

Beberapa hari ini, saat istirahat kantor saya menyempatkan diri ke warnet untuk sekedar blogwalking. Di warnet, sebenarnya suasananya sangat tidak kondusif (pengap, bau rokok dan bising). Pengap karena di ruang 3x6 meter itu hanya dilayani oleh 1 buah AC tua 1PK, dengan 10an kepala yang menatap monitor. Bau rokok jelas karena rokok tentunya, tidak wajarnya karena ini ruang berAC dan siang hari di bulan puasa, lebih parah lagi karena yg merokok (ngenet) adalah anak remaja yg ke warnet hanya untuk main poker. Bising yah karena itu tadi, main poker, caci maki sumpah serapah saat mereka ALL IN namun kartu lawan lebih mujur. Namun tarif 3000 perjam mengetuk hati saya untuk betah di warnet.

Sebenarnya (lagi), tiap saat saya membawa modem, paketan hibah komputer dari JICA untuk kepentingan kirim email laporan kantor. Namun cuma modem, Simcard dan pulsanya beli sendiri. Modem inipun saya isikan kartu dan modal pulsa secukupnya untuk langganan paket unlimited internet bulanan. Tapi lamanya minta ampuuun. Ngenet di warnet bisa berpuluh kali lipat lebih cepat dibandingkan dengan modem. Entah dengan operator lain. Makanya, saya sampai dini hari tadi masih ngenet (pake modem), bukan ketagihan tapi karena loadingnya jalan keong. Maaf buat teman2 karena belum bisa berkunjung balik, dan tampilan postingan ini apa adanya, tanpa gambar dan suara.

Tepat waktu sahur Wita, selesailah tulisan ini, semoga jaringan seluler bersahabat dini hari ini, agar tak sia2 jempol saya begadang.

September 3, 2010

Award ke-2



Award kedua dari sahabat blogger penyembuhanholistik.co.cc. Terima Kasih tak terhingga atas award ini, Salam Sahabat Blog.

September 1, 2010

Masjid Katangka, Masjid Tertua di Sulsel

Tempo hari, saya service motor butut saya di bengkel langganan saya di daerah Gowa. Seperti biasa, sambil nunggu motor kelar diservice, saya shalat Ashar di Masjid depan bengkel. Masjidnya unik, menarik, adem. Namanya Masjid Katangka. Setelah saya perhatikan, di tembok Masjid ada prasasti bertuliskan "MASJID TERTUA DI SUL-SEL. 1603". Oh, ternyata masjid yang selama ini saya tempati shalat sembari menunggui kelarnya servicean motor adalah masjid tertua di sulsel? Karena penasaran, saya search di om google, saya buka juga petanya di googlemaps dan inilah sedikit ulasannya.

Lokasi

Masjid Katangka, sebelah Tenggara Pusat Kota Makassar

Masjid Katangka, masjid tertua di Sulawesi Selatan, merupakan peninggalan sejarah kebangkitan Islam yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu situs sejarah dan purbakala, terletak di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, sekitar 1,5 kilometer dari Sungguminasa, ibu kota Kabupaten Gowa atau sekitar 9 km dari Kota Makassar, tak jauh dari makam Pahlawan Nasional Syekh Jusuf atau tokoh yang dijuluki Tuanta Salamaka, pemimpin yang membawa keselamatan umat.

Dekat dengan Masjid dan Makam Syech Yusuf

Tepat di depan bengkel langganan saya

Sejarah
Sejarahwan belum sependapat mengenai tahun pembangunan Masjid Katangka. Sebagian berpendapat masjid ini dibangun tahun 1603 atau lima tahun sebelum Islam menjadi agama resmi Kerajaan Gowa, sebagian lagi berpendapat masjid tersebut merupakan karya abad ke-18.
Serambi Masjid Katangka, perhatikan juga prasasti disamping pintu

Jika dibangun tahun 1603 M, maka masjid ini berdiri pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin, Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam. Alauddin adalah kakek dari Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke-16. Pada tahun 1605 M, masjid dirombak menjadi masjid Kerajaan bernama Masjid Katangka.

Masjid ini awalnya berada didalam komplek benteng Kerajaan Gowa sebagai tempat raja dan pengawalnya untuk melaksanakan sholat dan pertemuan lainnya. Menurut cerita turun temurun, para khatib saat akan membawakan khotbah Jumat dikawal oleh 2 pengawal yang membawa pedang. Meski kebiasaan ini kini telah ditinggalkan, namun dikedua sisi mimbar masih dipancang tombak bermata tiga.

Tombak bermata tiga disamping mimbar

Meski telah berpindahnya pusat Kerajaan Gowa ke Benteng Somba Opu di abad ke 17 dan benteng tempat masjid ini berdiri sudah tidak ada lagi namun masjid ini masih digunakan warga sekitar sebagai tempat kegiatan keagamaan. Tidak banyak tersedia catatan sejarah mengenai masjid ini. Kisah seputar pembangunan masjid lebih banyak dituturkan dari mulut ke mulut, terutama oleh juru kunci masjid yang mewarisi kisah itu dari juru-juru kunci sebelumnya.

Para juru kunci menuturkan, awal Islam diperkenalkan di Gowa oleh 41 mubalig dari Timur Tengah. Namun, tidak diketahui dengan jelas identitas resmi ke-41 mubalig Timur Tengah tersebut. Yang diketahui hanyalah para mubalig itu memperkenalkan Islam melalui salat Jumat yang pertama kali dilaksanakan di Gowa di bawah pohon Katangka, daerah yang kini bernama Jalan Syekh Yusuf di Kecamatan Somba Opu, sekira 2 km dari Sungguminasa. Lokasi salat Jumat pertama itu persisnya di Masjid Tua Katangka. Inilah kisah yang kemudian menjadi cikal bakal keberadaan Majid Katangka.

Kedatangan para mubalig Timur Tengah tersebut bermaksud menawarkan Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin untuk memeluk Islam. Tapi upaya mubalig Timur Tengah tersebut tidak membuahkan hasil. Sampai akhirnya datang utusan bernama Datuk Ribandang (atau Abdul Makmur atau Dato Ri Bandang atau Daeng Bandang). Hingga akhirnya Sultan Alauddin mengakui Islam sekira 1603 setelah mendapat pengarahan dari pamannya Raja Tallo yang bernama Mallingkai Dg Manyonri bergelar Sultan Awalul Islam yang rupanya telah menjadi penganut Islam.

Setelah Sultan Alauddin memeluk agama Islam, maka ada titah Raja untuk mendirikan masjid. Melalui perdebatan yang alot, disepakati masjid pertama dibangun di lokasi pertama kali shalat Jumat dilakukan para mubalig dari Timur Tengah itu. Maka dibangunlah sebuah masjid. Menurut kisah, Datuk Ribandang jugalah yang mendirikan masjid Katangka ini. Pohon Katangka yang tadinya memayungi para mublig Timur Tengah saat salat Jumat pertama kali di Gowa ditebang. Kayunya dibuat sebagai bahan utama material bangunan masjid.

Sampai sekarang ini, bagian atap atau kuda-kuda masjid ini masih diyakini masyarakat dibangun dari kayu pohon Katangka. Seperti telah diceritakan sebelumnya, Katangka adalah nama sebuah pohon besar yang sebelum masjid ini didirikan kerap dijadikan tempat salat oleh para saudagar muslim Melayu, India, dan Arab.

Selanjutnya masjid ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai masjid Al Hilal Katangka.

Arsitektur
Masjid Katangka berdenah bujur sangkar, dibangun di atas areal seluas 610 m2, dikelilingi pagar besi dengan tiang pagar dari tembok, menghadap ke timur, memiliki halaman depan, mempunyai serambi dan ruang utama dan di sekitarnya terdapat makam raja-raja Gowa dan kerabat kerajaan. Bangunan masjid ini menyerupai arsitektur masjid Demak. Struktur masjid berukuran 14,1 x 14,4 meter dan bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter. Dinding masjid ini memiliki tebal 120 centimeter yang terbuat dari batu kali yang kokoh.

Tampak depan Masjid Katangka

Atap masjid dari bahan genteng tanah liat dan bertingkat tiga. Antara atap masjid tingkat dua dan tiga (teratas) terdapat pemisah berupa ruangan berdinding tembok dengan jendela di keempat sisinya, diperuntukkan agar sinar dapat masuk dan di puncak masjid terdapat mustaka. Lantai Porselen.


Bangunan masjid ditopang 4 tiang utama yang lingkarannya melebihi orang dewasa, dibuat dengan sistem pondasi cakar ayam, tiang itu dipadukan ring balok beton dengan ring balok kayu peninggalan bangunan lama yang masih dapat digunakan. Tiang penyangga ini berbentuk pilar, berwarna putih. Jumlah tiang diambil dari 4 sahabat Rasul yang utama yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Usman bin Afan dan Ali Bin Abi Thalib.

Masjid ini mempunyai serambi yang menyatu dengan atap utama, berfungsi sebagai ruang peralihan dan juga digunakan sebagai tempat belajar mengaji. Untuk masuk ke dalam ruang shalat utama, terdapat tiga buah pintu.

Bagian mihrab serta mimbar yang terdapat tulisan Arab berbahasa Makassar terbuat dari ukiran kayu. Empat tiang besi bulat berguna sebagai penyangga atap.

Dindingnya meski tidak dilapisi keramik atau porselin tampak sangat terjaga. Lantai dasar telah dihiasi keramik berwarna krem. Lalu ada beberapa kipas angin gantung, sebagai pemberi hawa sejuk saat beribadah.

Mimbar ceramah berada di saf terdepan dengan model semi panggung, di mana bagian atapnya berbentuk prisma, dengan kayu ukuran khas. Kondisi terkini bagian dalam masjid bersejarah tersebut telah jauh lebih modern.

Keunikan masjid ini adalah, walaupun didirikan di Makassar, namun tidak tampak pengaruh arsitektur lokal. Mungkin sebagai bentuk proses akulturasi konstruksi lokal Makassar dan Joglo Jawa (4 tiang besar, serambi, dan 3 pintu).

Makam kerabat raja Gowa di samping Masjid Katangka

Adapun foto dari masjid Katangka tempo dulu masih sempat diabadikan. Dulu, ada menara masjid, sekarang menara masjid telah hilang. Dari sumber KITLV Leiden, disebut dengan tulisan: Grote moskee van Gowa, vermoedelijk te Makassar 1910.

Grote moskee van Gowa, vermoedelijk te Makassar 1910

Renovasi
Dalam catatan sejarah, masjid ini sudah mengalami enam kali renovasi. Beberapa pemugaran yang tercatat ialah:
  • Tahun 1818 oleh Mangkubumi Gowa XXX, Sultan Kadir
  • Tahun 1826 Oleh Raja Gowa XXX, Sultan Abdul Rauf
  • Tahun 1893 oleh raja gowa XXXIV , Sultan Muhhamad Idris
  • Tahun 1948 oleh Raja Gowa XXXVI, Sultan Muhammad abdul Aidid dan Qadhi Gowa H. Mansyur daeng Limpo
  • Tahun 1962 oleh Mangkubumi Gowa Audi Baso Daeng Rani Karaeng Bontolangkasa
  • Pemerintah Indonesia 1973, 1978, 1980 dan terakhir 2007 oleh Pemerintah Indonesia dan Swadaya Masyarakat
Cerita Seputar Masjid Katangka
Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid ini sering dijadikan tempat melepaskan nazar bagi sebagian warga Bugis-Makassar. Masjid itu sering dikunjungi warga yang datang dari berbagai tempat yang jauh, yang meyakini bahwa dengan melakukan salat pada bulan Ramadan di masjid tersebut akan mendapatkan berkah yang berlipat ganda.

Masjid ini tidak hanya tercatat sebagai peninggalan sejarah Islam, tapi juga tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan seorang sufi dan pejuang, Syech Yusuf, yang menjadi pahlawan nasional di dua negara (Indonesia dan Afrika Selatan). Di Masjid Katangka, Syech Yusuf banyak meluangkan waktu untuk membimbing murid-muridnya.

Waktu kecil dulu, saya sering salah persepsi. Masjid Katangka yang sering saya lihat ketika melintas ke rumah nenek di wilayah Hartaco, saya kira Masjid Syech Yusuf, atau sebaliknya, atau sama saja. Nah, sudah jelaslah sekarang seluk beluknya. Kembali ke cerita awal, saat saya shalat Ashar, ada beberapa orang jamaah sedang mengaji, dan anak-anak sedang membersihkan serambi masjid. Senang rasanya pernah (dan sering) shalat disini. Semoga tetap terjaga kelestariannya, dan yang utama, semoga warga muslim tetap memakmurkannya.

Wah panjang juga cerita tentang masjid Katangka ini, edit sana sini dan sedikit tambahan ternyata membutuhkan waktu lumayan lama. Saya membuat postingan ini sekitar 3 jam. Lumayan lama untuk editor newbie. Akhirnya, buat saudara se Muslim, mari kita memakmurkan masjid.

Referensi :
suarapembaruan.com
wisatasejarah.wordpress.com
tribun-timur.com
indosiar.com
fajar.co.id

melayuonline.com